TEROR PAK
ZUL
Beginilah,
hidup diantara orang-orang perantauan yang kental dengan bahasanya sendiri.
Harus Zaidan akui, kehidupan orangtua Zaidan tidak semanis yang seperti mereka
pikirkan. Dengan kemampuannya yang hanya
menulis Zaidan sudah bangga, walaupun
menulis bukanlah bakat alami Zaidan. Menempuh pendidikan yang tinggi,
itu memang sudah niatnya. Sampai-sampai Zaidan bernazar “jika aku bisa melewati
tes ini, aku berjanji pada-MU ya Allah, aku akan berpuasa selama seminggu”. Alhasil.
Dengan kemampuan yang bisa dibilang pas-pasan, Zaidan beruntung bisa berhasil
melewati ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri di Samarinda. Yah, walaupun Zaidan
masuk di pilihan kedua. Tapi Zaidan sadar, banyak orang yang lebih pintar dari
Zaidan saja tidak masuk, berarti Allah telah memberikan kesempatan untuk memperbaiki
kehidupan orangtua zaidan kelak.
Berawal
dari informasi yang terbatas, Zaidan Pratama jadi tahu bahwa Fakultas Ilmu Budaya bukanlah kampus keguruan, melainkan kampus
sastra. Zaidan termasuk beruntung, bisa masuk ke bagian Ilmu Budaya, progam
studi yang Ia ambil tentunya Sastra Indonesia.
Disinilah,
di kampus FIB, kampus yang menurutnya masih “perawan” alias belum terjamah oleh
perlakuan-perlakuan yang tidak menyenangkan, tidak seperti kampus-kampus yang
ada di sinetron ataupun film-film yang berpakaian terlalu bebas dan terkadang
vulgar yang Ia lihat. Di kampus FIB ini, Ia belajar mengenai kebudayaan,
linguistik, dan utamanya adalah Sastra. Tetapi Ia lebih tertarik untuk
memperdalam ilmu linguistik, karena ilmu linguistik membuat Zaidan merasa
tertantang untuk menjamah ilmu tersebut. Ia memiliki teman yang bisa dibilang
akrab dengannya, namanya Picesty Claudia Tjahyadi. Memang bukan dia yang
pertama Ia kenal yang masuk di kampus ini. Tetapi karena kecerdasan, dan bahasa
dia yang membuat Zaidan termotivasi untuk melanjutkan studinya.
“hei, kenapa kamu. Keliatan sekali
kamu bingung” Tanya Claudia dengan logat jawa yang kental.
(Zaidan menarik napas panjang)
“kenapa kamu, cerita ajalah. Siapa
tahu aku bisa membantumu. Aku tahu kamu lagi banyak masalah ‘kan. Keluarkan
aja, kalau gak keluarkan unek-unekmu nanti kamu bisa gila loh. Eh, kamu tahu
gak. Orang yang memendam lama unek-uneknya, pasti sakit nanti akhirnya dan
bisa-bisa sampean gila. Kamu mau jadi orang stress ya.” Ucapnya panjang lebar.
dan
akhirnya Zaidan bercerita apa keluh-kesahnya, unek-unek dan masalah yang Ia hadapi.
Dan sahabat Zaidan ini memberikan Ia kata-kata dan kalimat yang membuat sangat
termotivasi untuk hidup yang lebih baik.
Kampus FIB
terletak di pinggir Mall yang sudah lama berdiri di Kota ini. Ya walaupun baru
berdiri sekitar empat tahun yang lalu, tapi Zaidan yakin kampus FIB ini bisa
menjadi kampus yang terbaik di Perguruan Tinggi Negeri ini. Masih banyak yang
harus dibenahi dari kampus ini, agar bisa menjadi salah satu kampus idaman.
Senin, 5 September
2011. Pagi-pagi Zaidan harus pergi menuju kampus, menimba ilmu untuk masa depan.
Ketika hendak masuk ke kelas, tiba-tiba Claudia si gadis berperawakan tinggi
itu memanggilnya.
“Zaidan, tunggu.”
“ada apa sih, ada yang penting ya”
jawab Zaidan heran.
“gak ada sih, hehehe..”
“yaudah, ayo masuk. Pak Zul sudah
mau mulai ngasih materi tuh.”
Berhari-hari,
berbulan-bulan Zaidan menempuh pendidikan di FIB terjadi biasa saja. Tetapi
ketika memasuki bulan Desember 2011, suatu peristiwa terjadi. Salah satu
mahasiswi Sastra di Fakultas ini ditemukan tewas mengenaskan di belakang gedung
kampus.
“Zaidan.., Zaidan..” teriak Claudia
di depan pintu rumah Zaidan.
“ada apa sih, gak tahu apa sudah
malam gini” ucap Zaidan kesal.
“kak Mira Dan, Kak Mira…”
“kenapa, ada apa dengan Kak Mira
sih Claudia”
“kak Mira, kak Mira mati
mengenaskan di belakang kampus Dan”
“HAH!!! Serius kamu Dia”
“serius, ayo kamu ikut aku”
Zaidan
langsung menyambar motornya dan langsung melaju menuju kampus. Di sana sudah
banyak sekali orang-orang yang melihat jasad yang sudah membusuk. Zaidan langsung
berlari menuju kerumunan.
“mas, ada apa ini mas ?” Tanya
Zaidan dengan wajah paniknya.
“ini mas, kayaknya korban perkosaan
dan pembunuhan mas” terang masyarakat sekitar.
“Aneh, sudah tiga kali peristiwa
seperti ini. Dan kejadiannya pun lagi-lagi sama. Pertama Kak Pipit, kedua Nelly
teman satu angkatan sama aku, dan sekarang Kak Mira. Polisi pun sama sekali gak
bisa ngusut tuntas masalah ini. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan di kampus
ini” Zaidan membatin.
Setelah
ada kejadian di kampus ini, Zaidan merasakan perubahan yang drastis di
kampusnya. Sebelum ada kejadian ini kampus selalu terlihat ramai, tapi setelah
ada peristiwa ini, mahasiswi-mahasiswi disini seperti ketakutan dan paranoid
ketika melihat laki-laki yang sebenarnya mungkin nggak tahu apa-apa.
“Zaidan, kamu lagi apa. Bisa kesini
nggak. Aku takut nih sendirian malam ini gara-gara waktu itu” tulisan SMS di
layar HP Zaidan yang ternyata dari Claudia.
Zaidan
langsung mengambil kunci motornya takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya.
Cukup jauh jarak kost Claudia dengan rumah Zaidan. Dua puluh menit Zaidan
mengendarai motornya akhirnya sampai juga di kost-an Claudia dan terlihat ramai
sekali di kamar Claudia.
“ada apa lagi ini” batin Zaidan.
Zaidan langsung berlari naik ke
atas. Dan Ia melihat Claudia menjerit histeris.
“Ada apa dengan Dia mbak” Tanya
Zaidan kepada teman satu kostnya yang terlihat ketakutan.
“gak tahu mas, saya gak tahu.
Tiba-tiba dia menangis sendiri lalu menjerit” terangnya.
“Kamuuu, kesini, rrrrrgggghhhh” Dia
menunjuk Zaidan diiringi geraman yang mengerikan dan menakutkan.
“anak muda, cepat kesini” kata pak
Ustadz yang sepertinya kuwalahan menghadapi roh yang merasuki tubuh Claudia.
“iya, saya disini, anda siapa.
Mengapa kamu merasuki tubuh sahabat saya” Tanya Zaidan dengan wajah yang pucat.
“aku Mira, rrrggghhhhh.., aku
Miraaa.., hihihihihihi” ucap dengan tawa yang khas seperti sosok kuntilanak.
“kenapa kamu merasuki tubuh ini.
Dia tidak mempunyai salah apa-apa sama kamu. Jadi tolong kamu keluar ya dari
tubuhnya” tutur Zaidan.
“HAHAHAHA.., aku suka disini. Aku
tidak akan keluar dari sini, hihihihi.., rrrggggghhhh..”
“lalu apa maumu wahai Mira ?” Tanya
Zaidan menyelidik.
“mau ku, kamu Tanya mau ku.
HAHAHAHA.., rrrggggghhhh. Aku mau dia mati, akuuuu mau dia mati. Aku dendaam,
dia memperkosaku. Huuhuuhuuu..” jawabnya yang tadinya marah tiba-tiba berubah
menjadi tangisan yang bikin bulu kudukku merinding.
“huuhuuhuu.., laki-laki bejat itu
telah menghancurkanku.., TUBUHKU RUSAK, kamu tahu tubuhku rusak rrrgggghhhh.
Aku mau dia mati, HAHAHAHA..”
“baiklah, baik. Kalau itu maumu,
tapi tunjukkan ciri-ciri “dia” yang kamu maksud”
“rrrrgggghhhh, ada tanda di bagian
belakang lehernya. Rrrrggggghhh.., bunuh dia. BUNUH DIA. BUNUH DIA, hihihihi… hahahahahaha.” Jelasnya
dan tiba-tiba Claudia tak sadarkan diri.
“mungkin sudah pergi” batin Zaidan.
Zaidan langsung membangunkan
Claudia yang terbaring lemas, Zaidan menepuk pipinya pelan hingga akhirnya
sadar.
“Alhamdulillah, akhirnya sadar
juga” batin Zaidan.
“Zaidaaan, aku takuutt, aku takut
Dan” Claudia langsung menangis ketakutan dan memeluk Zaidan.
“tenang, kamu tenang. Jangan nangis
lagi ya. Kamu aman sekarang” ucap Zaidan menenangkannya seraya memberikan dia
segelas air putih untuk diminum.
“aku takut Dan, aku benar-benar
takut.. hiiks hiiks” kembali dia menjerit dan memeluk Zaidan makin erat.
“yasudah, tenang. Kamu jangan
melamun lagi ya. Tenangkan fikiran dan batinmu”
“Dan, malam ini aku tidur dirumah
kamu saja ya. Aku takut sendirian”
“iya, kamu nanti tidur dirumahku,
tapi kamu harus rileks Ya. Jangan nangis lagi”
Lima belas menit kemudian Claudia
sudah tidak menangis lagi.
“ayo Dan, aku takut. Kita kerumahmu
saja”
“oke”
Tanpa pikir
panjang, Zaidan langsung membawa Claudia menuju rumahnya karena Ia tidak mau
terjadi apa-apa lagi dengannya. Gontai sekali jalannya sehingga Zaidan harus
membantunya berjalan menuju motornya.
“kamu yakin kuat Ya’ ” Tanya Zaidan
meyakinkannya.
“iya, cepat Dan”
“pakai jaketku dulu, biar nggak
kedinginan kamunya” ucap Zaidan menyerahkan jaket kulit yang dikenakan Zaidan.
“makasih Dan”
Zaidan
langsung menyalakan motornya, dan melaju di keramaian malam kota Samarinda. Di
perjalanan, Zaidan sempat berpikir dan bertanya, “bagaimana bisa Claudia
kerasukan sementara ibadahnya rajin. Dan Mira, apa kak Mira yang sudah merasuki
tubuhnya tadi”.
Tiga
puluh menit di perjalanan akhirnya sampai juga dirumah Zaidan. Zaidan langsung memarkirkan
motornya dan mencari kunci rumah yang diletakkan di bawah pot tanaman hias.
Zaidan masuk dan langsung Ia buka pintu kamarnya, setelah itu Zaidan meletakkan
tubuh Claudia yang kelihatan sangat letih. Setelah meletakkan di tempat tidur,
lalu Zaidan keluar dan langsung merebahkan diri di lantai yang beralas karpet,
selang sepuluh menit Zaidan langsung tertidur.
7
Desember 2011, siang itu Zaidan dan Claudia sudah berada di kampus untuk
mengikuti kegiatan materi kuliah oleh ketua program studi tentang bahasa dan
kesalahan penulisan. Seratus lima puluh menit kami belajar tentang bahasa dan
kesalahan penulisan dan saatnya untuk beristirahat pun diberikan.
“Idan, kantin yuk. Aku haus nih.
Tenggorokanku sudah ingin dimandikan sama minuman segar nih” Ajak Claudia.
“haha.., ada-ada aja kamu. Yaudah
deh, ayo”
Beberapa
waktu suasana hening dan senyap tanpa suara. Namun akhirnya Zaidan mencoba
memecahkan suasana hening itu.
“Ya’, senin malam itu kamu kenapa
sih, kok bisa kamu kesurupan begitu” Tanya Zaidan memulai pembicaraan.
“gak apa kok” jawabnya singkat.
“ayoolah, cerita. Kamu sendiri ‘kan
pernah bilang sama aku kalau ada masalah atau unek-unek tuh harus dikeluarkan,
kalau nggak, nanti bisa sakit.”
Setelah Zaidan memaksanya untuk
bercerita, akhirnya Claudia menceritakan semuanya. Termasuk petunjuk-petunjuk
yang Claudia dapatkan di dalam mimpinya.
“HAH !!! kamu yakin apa, ngomong
begitu. Aku nggak percaya kalau pelakunya itu…”
“kamu harus percaya Dan sama aku,
Arwah kak Mira seakan menunjukkan kepadaku kejadian sebenarnya. Sebenarnya banyak
yang sudah menjadi korban Dan, dan ketiga orang yang telah meninggal termasuk
kak Mira itu karena mereka menolak ajakan dari orang itu. Aku nggak tahu kenapa
bisa mimpi begitu. Mungkin itu petunjuk Dan”
“mungkin saja itu memang sebuah
petunjuk” batin Zaidan.
Sedang asiknya mereka mengobrol.
Tiba-tiba Bapak Zul, dosen Bahasa dan Kesalahan Penulisan datang menghampiri
mereka yang sedang asyik menyeruput soft drink yang mereka beli.
“Zaidan, Claudia. Ada yang mau
bapak omongkan sama kalian berdua. Ikut bapak sekarang” ucap Pak Zul tegas
kepada mereka.
“baik pak”
Zaidan dan Claudia berdiri lalu
mengikuti Pak Zul. Baru lima langkah mereka berjalan, Zaidan tampak kaget
setelah apa yang dilihatnya.
“astaga” ucap Zaidan.
“kenapa kamu Zaidan” Tanya pak Zul
diikuti lirikkan Claudia yang sedikit kaget karena ucapannya yang memang
mengagetkan.
“tidak apa-apa pak” jawab Zaidan
menyembunyikan kekagetannya.
“ada apa sih Dan, kamu aneh deh”
Tanya Claudia penasaran.
Mereka melanjutkan perjalanan
mengikuti pak Zul.
“aku ingat, waktu kamu kesurupan
arwahnya Kak Mira. Dia sempat memberitahuku suatu petunjuk, yaitu tanda
dibelakang lehernya. Coba kamu perhatikan lagi tanda luka yang di dekat rambut
belakang Pak Zul. Mungkin itulah tandanya” Bisik Zaidan sambil menunjukkan arah
tanda yang dimaksud.
Claudia menyipitkan matanya untuk
melihat yang ditunjuk Zaidan
“astaghfirullah, Dan. Bener yang
kamu bilang. Apa mungkin Pak Zul yang membunuh kak Mira dan yang lainnya. Pak
Zul ‘kan ramah, tegas dan baik, nggak mungkin banget Dan”
“percaya nggak percaya, kita harus
menyelidikinya Ya’. Harus kita selidiki apa benar dia pelakuya”
Dengan rasa yang agak takut dan
gelisah, Zaidan dan Claudia masuk ke ruangan dosen.
“nanti malam, kalian kerumah saya
ya, ada sesuatu yang mau saya diskusikan kepada kalian berdua” ucap Pak Zul
serius.
“kenapa tidak disini saja pak kalau
memang menyangkut dengan perkuliahan” kata Claudia.
“tidak bisa. Pokoknya kalian harus
datang malam ini, mengerti” ucap Pak Zul semakin tegas.
“ba.. baik pak” jawab mereka
bersamaan.
******
Jam 7 malam,
Zaidan dan Claudia sudah sampai di rumah Pak Zul. Rumah yang besar itu seperti
tak berpenghuni ketika penjaga rumah Pak Zul membukakan pintu dan mempersilakan
masuk Zaidan dan Claudia.
“mau minum apa mas, mbak ?” Tanya
penjaga rumah itu.
“nggak usah repot-repot pak, kami
hanya sebentar saja kok” jawab Claudia.
Yasudah, kalau begitu bapak pamit
dulu mbak. Mbak sama mas silakan lihat-lihat isi rumah ini. Tapi satu, jangan
pernah memasuki pintu nomor empat mbak. Itu tempat pribadinya juragan” jelas
Pak penjaga rumah itu.
“baik pak” ucap mereka berdua.
Setelah
penjaga rumah itu pergi. Zaidan beserta Claudia menunggu kedatangan Pak Zul.
Mereka melihat seisi rumah yang memang seperti rumah angker yang tak
berpenghuni. Suasana yang sangat sepi dan sunyi ditambah perabotan rumah yang
tidak masuk akal diletakkan di rumah yang seperti istana ini.
“Dan, aku kebelet nih, pingin buang
air. Aduuh, dimana ya toiletnya. Sudah gak tahan nih Dan” ucap Claudia dengan
tampang yang menahan sesuatu.
“haduh, kamu ini Ya. Sempat-sempatnya
pingin buang air segala. Ya sudah, kita cari sama-sama” kata Zaidan.
Dengan langkah yang sedikit
berlari, akhirnya Claudia menemukan toilet yang ternyata bersebelahan dengan
ruangan empat yang mungkin ruangan yang keramat. Sedang asyiknya menemani
Claudia buang air, tiba-tiba tedengar suara tangisan dan jeritan di ruangan
nomor empat tersebut.
“tolooong.., toloooong saya..,
lepaskan saya.., huuhuuhuu” suara yang terdengar diruangan nomor empat.
Dengan penasaran dan ingin tahu isi
kamar tersebut, Zaidan melangkahkan kaki dengan berjinjit. Ia terus mencoba
mendengarkan kembali suara itu.
“tolooong.., toolooong..,”
Suara itu makin kencang yang
diiringi tawa menakutkan dari dalam kamar.
“Zaidan, ngapai kamu. Sudah
dibilang ‘kan tadi jangan disitu” ucap Claudia setelah keluar dari toilet.
“aku penasaran Ya, kita harus tahu
apa yang di dalam sini” jawab Zaidan seraya memegang gagang pintu.
(ckleeek)”tidak terkunci” batinku.
Pelan-pelan Zaidan melangkahkan
kaki memasuki ruangan keramat itu. Tampak disana seluruh pakaian perempuan yang
mungkin adalah pakaian dari korban pemerkosaan. Kelihatan dari keadaan pakaian
yang tampak kusut, bersimbah darah, dan penuh dengan sobekan. Kuat sudah dugaan
Zaidan bahwa yang membunuh dan memperkosa Kak Mira dan yang lainnya itu adalah
Pak Zul. Ditambah lagi satu barang bukti yang sangat diingat Zaidan, adalah
Jaket merah yang bertuliskan “I DON’T LOVE YOU” dibagian belakangnya.
Ketika hendak mengambil jaket itu.
Tiba-tiba
“jeddaakk” Tiba-tiba pintu tertutup
dengan sendirinya.
“astaghfirullahaladzim, Claudia.
Jangan main-main dong, buka pintunya” ucap Zaidan namun tidak ada jawaban dari
luar.
“ayolah, buka. Jangan main-main”
ucapnya lagi.
Sementara diluar ruangan Claudia
merasa sangat ketakutan.
“DIAM, KALAU KAMU TIDAK MAU NYAWAMU
MELAYANG. AYO IKUT” Ucap seseorang yang ternyata Pak Zul yang sedang membekap
mulut Claudia dan menyeretnya menjauh dari ruangan.
Pak zul menyeret Claudia dan
mempererat bekapan di mulut Claudia. Tak lama, Claudia pingsan karena kehabisan
Oksigen.
Di dalam ruangan nomor empat,
akhirnya Zaidan bisa keluar dari ruangan itu dengan cara mendobrak pintu itu.
“loh, Claudia mana” batin Zaidan
Akhirnya Zaidan mencari Claudia
disegala sudut ruangan rumah Pak Zul. Seketika Zaidan berhenti ketika terdengar
suara deru mobil yang tidak lain adalah milik pak Zul.
“jangan-jangan Claudia”
Ketika dia berlari keluar rumah,
terlihat sepatu milik Claudia yang terlepas dari kakinya.
“benar dugaanku” ucap Zaidan dalam
hati.
Langsung
dia menyalakan motornya dan mengejar mobil pak Zul yang agak kencang mengendarainya.
Zaidan terus mengejar mobil pak Zul dengan menjaga jarak, agar tidak ketahuan
oleh Pak Zul. Diikutinya terus hingga sampailah ke tujuannya, yaitu kampus FIB.
Dengan agak menjauh Zaidan memarkirkan motornya, lalu mengikuti dengan pelan
kemana maunya Pak Zul. Tidak disangka, Pak Zul membawa Claudia ke tempat Kak
Mira yang saat itu sudah menjadi jasad. Tanpa pikir panjang, zaidan langsung
menghubungi nomor telpon genggam pamannya yang berprofesi sebagai seorang
polisi.
****
“sialan, anak ini berhasil
mengetahui aku yang sebenarnya. Harus ku bunuh dia malam ini juga. Tapi aku mau
bersenang-senang dulu dengan gadis cantik ini” batin Pak Zul sambil mengelus
pipi mulus Claudia yang tengah pingsan dalam keadaan terikat di kursi dan
tersumpal mulutnya dengan sapu tangan.
Beberapa saat kemudian
“mpfh.., mpffh..,” Claudia tersadar
dari pingsannya..
“akhirnya kamu bangun juga anak
manis. HAHAHAHA” tawa Pak Zul keras.
“mpppppffhhh.., mpppppfhhh..,
mppfh” ucap Claudia tertahan karena mulutnya tersumpal kain dan menangis.
“ada apa sayang. Kenapa nangis
begitu. Kita santai, permainan akan dimulai cantik. Kamu ikuti perintah saya,
kamu akan selamat. Jika tidak, kamu akan seperti Mira. HAHAHAHA” jawabnya.
“tubuhmu bagus juga ya” lanjut Pak
zul sambil meraba leher Claudia.
“Zaidan, tolongin aku Dan. Please,
tolong aku” ucap Claudia dalam hati.
Diluar
kampus, paman beserta rombongannya telah datang menghampiri Zaidan.
“dimana dia sekarang nak” ucap Pak
Prio, paman Zaidan.
“di belakang gedung itu om, disitu
juga pernah ada mayat yang mungkin korban Pak Zul om” ucap Zaidan seraya
menunjukkan belakang gedung kampus.
“jangan-jangan orang itu adalah
buronan yang sebenarnya sudah lama termasuk dalam DPO dengan motif pembunuhan
dan kekerasan” jelas pamannya Zaidan.
“Iya om mungkin saja begitu, tapi
saya gak pernah sangka bahwa yang om cari itu adalah Pak Zul, dosen kami”
terang Zaidan.
“yasudah, sekarang kita grebek dia.
Nyawa Claudia saat ini sedang terancam” ucap sang paman seraya mengomandokan
anak buahnya menuju belakang gedung kampus FIB.
Zaidan dan pamannya langsung
bergerak. Mengecek segala sudut di belakang kampus itu. Dengan penerangan
seadanya, akhirnya Zaidan menemukan satu ruangan yang didalamnya sudah pasti
adalah pak Zul dan Claudia yang sedang disandera.
“angkat tangan” sergap Pak Prio.
“ooo… ternyata sudah datang ya.
Akhirnya, bisa kita mulai permainan ini. Mudah saja, saya beri kalian tebakan,
dan apabila benar saya akan melepaskan gadis ini” ucap Pak Zul setelah itu
Mencium pipi Claudia.
“dan apabila kalian tidak bisa
menjawab, maka Zaidan dan temannya yang cantik ini yang akan mati. HAHAHAHA”
lanjutnya lagi dengan tawa yang lepas.
“oke, kami akan mengikuti
permainanmu” ucap pamannya Zaidan.
“bagus.., bagus.., HAHAHA. Kamu,
berdiri disamping dia. Jangan melakukan apapun. Ingat” perintah Pak Zul
menyuruh Zaidan berada disamping Claudia.
“oke, sekarang apa pertanyaanmu”
ucap Pak Prio yang sedikit tegang.
“baik, simak dengan seksama. Saya
yakin kalian tidak bisa menjawab. Apabila dalam fonologi dalam Bahasa Indonesia
terdapat Vokoid, diftong, dan Kontoid. Sebutkan apa saja fonologi yang terdapat
dalam bahasa Jawa. Waktu kalian lima menit untuk bertukar nyawa. HAHAHA” Pak
Zul memberi pertanyaan yang mudah untuk Zaidan tapi sulit bagi pamannya itu.
Pak Prio dan keempaat anak buahnya
langsung berpikir keras, mereka tidak tahu apa jawaban yang sebenarnya kecuali
satu dari anak buah Pak Prio. Empat menit telah berlalu tapi mereka belum juga
mendapatkan jawaban itu.
“AYO, TINGGAL SATU MENIT LAGI.
NYAWA MERREKA SUDAH DI TANGAN SAYA. HAHAHAHA” ucap Pak Zul penuh kemenangan.
“saya akan menjawab pertanyaan
mudah itu. Jangan anda anggap saya tidak tau ya. Dalam bahasa Jawa itu hanya
ada Vokoid dan Kontoid sedangkan Diftong itu tidak ada dalam ilmu fonologi yang
saya tahu. Karena orang Jawa tidak pernah memakai kata yang katanya dirubah.
Misalnya adalah Lambai, dalam bahasa Indonesia itu disebut diftong karena bisa
dibaca Lambay. Benar ‘kan jawaban saya” jawab salah satu anak buah Pak Prio.
“ba.., ba.., bagaimana kamu bisa
tahu” jawab Pak Zul gugup.
“saya tahu karena membaca, dan
didukung orangtua saya yang adalah seorang ahli bahasa” balas anak buah pak
Prio.
“bajingan. Rasakan ini” tiba-tiba
sebuah pistol tertodong kearah Claudia, dan.
“DOORRR”
Letupan pistol langsung
menggelegar, spontan Zaidan merunduk memeluk Claudia dan peuru itu pun langsung
menembus dan tertanam di dalam kulit bahu kiri Zaidan. Jeritan histeris langsung
terdengar dari arah Claudia yang tidak percaya bahwa teman yang sangat dekat
dengan dia tergolek bersimbah darah di depan dia.
“pasukan, tembak” perintah Pak Prio
kepada pasukannya. Satu peluru tertancap di kaki kiri dan kanan Pak Zul, dan
tanpa disengaja, satu peluru lagi menembus kepalanya dan seketika itu juga Pak
Zul meregang nyawa.
Satu anak buah melepaskan ikatan
yang ada di tubuh Claudia. Lepaslah ikatan dan sumpalan kain itu dari Claudia.
“Dan, jangan mati Dan. Please Dan”
ucap Claudia dengan tangisan yang semakin kencang.
“aku tidak apa-apa. Ini.., ini
semua demi kamu Dia” Balas Zaidan sesak lalu tak sadarkan diri.
“cepat, bawa Zaidan ke Rumah Sakit.
Harus segera ditangani” kata Pak Prio memerintahkan anak buahnya membawa ke
mobil dan menuju ke Rumah Sakit.
Dengan
kecepatan tinggi, Pak Prio langsung mengemudikan mobil. Pukul 23.43 mereka sampai
di Rumah Sakit dan langsung berteriak memanggil dokter jaga untuk membawanya ke
ruangan Unit Gawat Darurat. Untuk mengambil proyektil peluru dalam bahu Zaidan,
harus dilakukan operasi agar timah panas itu terbebas dari bahu Zaidan dan
rencana pengambilan peluru itu akan dilaksanakan besok siang.
Kamis, 8
Desember 2011, operasi pengangkatan peluru itu berhasil dilakukan oleh tim
dokter ahli bedah Rumah Sakit. Orangtua Zaidan yang sangat khawatir sebenarnya
ingin langsung melihat kondisi anaknya itu, tapi dokter melarangnya karena
Zaidan dalam keadaan kritis dan koma. Claudia tak henti-hentinya menangis. Ia
tidak percaya bahwa seseorang yang penting dalam hidupnya di Samarinda menjadi
mengenaskan seperti ini. Claudia merasa bersalah dalam hal ini, seharusnya yang
mati itu adalah Claudia, bukan Zaidan. Tetapi apa mau dikata. Takdirlah yang
menentukan semuanya, termasuk kejadian ini.
Satu minggu
kemudian Kampus FIB memberikan info seputar penangkapan pembunuh Mira dan yang
lainnya. Dekan FIB memberitahukan kepada seluruh mahasiswa bahwa yang membunuh
sekaligus memperkosa mahasiswi di Kampus FIB ini adalah Dosen yang bernama Pak
Zul. Seluruh Mahasiswa langsung kaget mendengar berita ini. Dosen yang
bijaksana dan tegas itu ternyata adalah seorang pembunuh yang buron selama tiga
tahun. Selain itu, Dekan juga memberitahukan bahwa dua orang menjadi korban
tetapi tidak meninggal itu adalah Zaidan dan Claudia yang saat ini sedang
menunggu Zaidan siuman dari komanya.
***SATU
BULAN KEMUDIAN***
Satu bulan
sudah Zaidan terbaring koma tapi tidak ada perkembangan yang berarti dalam
kesehatan Zaidan. Claudia semakin putus asa karena tidak ada perkembangan
apapun dari keadaannya Zaidan saat ini.
“zaidan, kapan kamu bangun. Aku
sudah kangen sama canda tawamu Dan, please bangun. Jangan buat aku putus asa
Dan” ucap Claudia yang menggenggam tangan Zaidan serta menempelkannya dipipi
Claudia.
Satu titik
air mata menetes dari bola mata Claudia dan jatuh ditangan yang digenggamnya
itu. Bagaikan suatu keajaiban, Zaidan langsung siuman, jari telunjuk Zaidan
tiba-tiba bergerak. Betapa terkejutnya Claudia melihat gerakkan jari Zaidan
yang secara langsung memanggil dokter yang menangani Zaidan.
Setelah
diperiksa oleh dokter. Dokter pun menyatakan bahwa Zaidan sudah pulih total
tapi keadaannya masih lemah. Dokter pun merasa tidak percaya, dokter mengatakan
bahwa ini adalah anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Claudia langsung berubah dari sedih menjadi
gembira setelah mendengar kesehatan Zaidan.
Seminggu
kemudian, Zaidan sudah sangat sehat. Dia sudah bisa berjalan, berbicara,
bercanda, dan yang lainnya. Terlihat dari raut wajah Claudia yang sangat
gembira dan senang, seseorang yang sangat dekat dengannya akhirnya sembuh
total.
“Zaidan, aku senang banget kamu
sudah sembuh seperti sedia kala” ucap Claudia sambil memeluk Zaidan yang
merebahkan diri didipan rumah sakit.
“Alhamdulillah Claudia. Allah belum
mengijinkan aku ke pangkuan-Nya. Masih banyak tugas yang harus aku kerjakan
disini” balas Zaidan membelai rambut Claudia.
“Alhamdulillah banget Dan. Oh iya,
aku mau omongin sesuatu Dan” memegang tangan Zaidan.
“Kamu mau nggak jagain aku,
maksutnya ini.., emmhhhh.., aku suka sama kamu Dan. Rasanya aku jatuh hati sama
kamu Dan” lanjutnya.
“kita jalani saja dulu Claudia.
Kamu belum tahu ’kan semua sifat aku. Kita juga kan baru kenal beberapa bulan.
Jodoh itu nggak akan lari kok, semuanya sudah diatur sama Sang Penguasa hidup,
yaitu Allah Swt. Aku selalu siap untuk membantu kamu, karena kamu seorang yang
sangat dekat denganku” jelas Zaidan.
“baiklah kalau begitu Dan. Tapi
janji, jangan pernah tinggalin aku ya” ucap Claudia dengan logat jawa medoknya.
“iyaa medok” ejek Zaidan.
“ihh, kamu ini. Senang banget
ngejek aku medok” ucap Claudia manyun.
Akhirnya
mereka tertawa bersama-sama. begitulah, kesehatan Zaidan semakin hari semakin
membaik. Setiap hari Claudia selalu menemani Zaidan di Rumah Sakit, bercanda,
tertawa, saling curhat, dan saling ejek satu sama lain. Seminggu kemudian,
akhirnya Zaidan diperbolehkan untuk pulang tapi masih harus melakukan rawat
jalan. Claudia mengantar Zaidan pulang kerumahnya lalu mengucapkan sampai
bertemu di semester dua ya. Dua hari
setelahnya, Claudia menuju kampung halamannya yaitu Semarang.
******
Liburan
pun telah usai dan saatnya untuk melanjutkan kuliah semester dua. Zaidan
bertemu lagi dengan Claudia. Melepas kangen karena sebulan tidak bertemu.
Beginilah, di kampus FIB, kampus yang menurutnya dulu masih “perawan” alias
belum terjamah oleh perlakuan-perlakuan yang tidak menyenangkan, sekarang sudah
sedikit berbeda setelah kejadian pembunuhan yang dilakukan oleh Pak Zul,
dosennya. Mereka merasa inilah saatnya untuk menempuh pendidikan kembali dengan
suasana yang kembali seperti semula. Kampus Budaya dan Sastra, begitulah
Zaidan, Claudia, dan teman satu angkatannya menyebut kampus ini. Kampus yang
akan menjadi idaman para mahasiswa sastrawan, sastrawati dan seniman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar