Rabu, 20 Maret 2013

SURAM

SURAM
Karya Anugrah Soong

Suram,
yang terucap dibibirku
Suram,
terhias di pikiranku
Suram,
mengoyak hatiku

mengapa tidak,
disaat kotaku diserbu
oleh segerombolan badai debu
menghempaskan sepasang bola mata
Mengapa!
Jalan-jalanan kotaku
Telah terkepung oleh bandit-bandit
Lubang yang Menganga
Disaat terjepitpun kau memanggil Sang Penyubur,

Hai Hujan!
Mangapa kau serbu kotaku
Dengan jutaan anak panahmu
Hingga kau menenggelamkan kotaku

Aku pilu,
Aku tertatih,
Mengapa masa depan kotaku yang suram

Selasa, 19 Maret 2013

KEMBANGLAH LAYARKU


KEMBANGLAH LAYARKU
Oleh : Wahyu Al Hidayat
Berdiri,
berdiri di hulu kapalku!
Pandang,
pandang pelabuhan-pelabuhan di tepi!
Orang-orang melambai,
menyorakimu dari atas dermaga.
Butiran air mata yang tersedu itu,
Jangan buat berat dipundakmu!
Jangan menyurutkan air pasang itu!

Orang di tanah baru telah mengundangmu,
disuguhkannya  hidangan bagi seleramu.
Masih berlikukah kesedihan darimu?
Inginkah kau buka celah bagi mereka?

Lekas,
lekaslah masuk ke bilik kapalku!
Semua cita-cita telah dipanggil jiwanya.
Menundukkan kepala dalam segala rasanya.
Akan kuperintahkan angin meniup layar.
Kembang,
kembanglah layarku!


                                                                                                                                                                 

Senin, 18 Maret 2013

JERITAN SANG AURAT

JERITAN SANG AURAT
Karya : Rosita Azzahra Altafunnisa

Aku bangga pada mereka yang menutupiku
Aku bangga pada mereka yang melindungiku
Bahkan aku sangat bangga
Jika aku tertutup selalu...

Namun...
Aku sedih, marah, dan Kecewa
Aku ini bukan barang pajangan
Aku ini bukan barang pajangan
Aku juga bukan barang pameran

Aku malu dijadikan sesuatu yang dibanggakan
Tak pernahkah mereka mengerti perasaanku
Mereka yang membukaku
Tak pernah mau mendengar tangisku
Tak pernah mau mendengar ceritaku

Bahkan kala aku menjerit
Tak ada yang peduli
Hanya muslimah saja
Yang bisa menjagaku
Mendengar semua keluhanku..

Hai wanita-wanita dunia
dengarkan jeritanku..

INGATKU TENTANGMU

INGATKU TENTANGMU
Karya Rosita  Azzahra Altafunnisa

Abah..
kala angin mendesir di lubuk hati
Aku teringat akan rupamu
membuatku ingin mengalirkan
mutira bening dipipi ini..

Abah..
kala diri ini terjatuh di hamparan sajadah
aku teringat akan saat indah sholat bersamamu
aku tersimpuh dihadap-Nya
berharap dia selalu menjagamu..

Abah..
aku rindu masa kecilku..
dimana aku bisa memelukmu
kau berikan aku dekapan hangat
penuh cinta dan ketulusan..

Abah..
kini aku telah dewasa
hidup jauh darimu sering membuatku luka
luka karena rasa rindu yang membara
luka karena aku takkan bisa mengungkapkannya
Abah..
Kadang aku menangis
Teringat akan kesalahanku padamu
Aku yang belum bisa bahagiakanmu
Aku yang selalu menjadi beban dihidupmu
Abah...
Dengarkan aku
Selalu ada kata cinta untukmu
Yang terpendam dihatiku
Yang kan ku simpan hingga
Tuhan memanggilku..

Minggu, 17 Maret 2013

BELENGGU PELANGI


BELENGGU PELANGI
Karya Panji Asuhan

Masalah selalu datang tak pernah pergi
menghantui pikiran dan batin
serta jiwa yang semakin memudar
juga badan yang semakin melemah
buatku tak berdaya

Ingin ku berteriak
meronta
meminta pertolonganmu ya tuhan..
aku mohon lepaskan
hilangkan belenggu yang tertancap di dalam raga
aku mohon cabutlah tuhan

Berikan aku kemudahan jalan tuhan
ku tahu kau ingin menaikkan derajatku dengan cobaanmu
ku tahu Engkau ingin jadikanku seperti pelangi
yang muncul mengindahkan langit setelah awan murung melanda

bila esok hari aku harus berhenti..
hentikanlah aku dengan baikmu tuhan..
ku tak mau kan seorang menangisiku..
dan pendam aku di tanah kasarmu, hingga tiada jejak hidupku..

Rabu, 13 Maret 2013

PATAHAN RINDUKU

PATAHAN RINDUKU
Karya Nella Putri Giriani

buat : EW

Ketika sisa sepiku disapu sudut mata
menertawakan puisi yang diletup pelor ayah ibumu
telah punah mereka kunyah bersama
tertanggallah gemanya bergaung cinta
tinggal kemarau namun membasahi bumi berkepanjangan

Sekali ini raga hati luka
gema itu menjulang menikam awan
sebuah gerimis jatuh tengkurap dibumi jingga
Hei, aku tenggelam dalam-dalam rinduku
lantaran hari-hariku lenggang kosong tanpa gemontangmu

Kau teramat amat kucinta
Pria yang senantiasa membakar desah-desah nafasku
menggurat air mata menjadi muara neraka
Hei, aku tenggelam lagi dalam-dalam rinduku
lantaran kau, bajingan yang teramat-amat kucinta

Jeritku membelah cakrawala
patahan rinduku berarak arak ingin tersenyum
namun tetap saja nampak murung
Lantaran kita telah mati
dan bangkainya dikoyak ibumu

MISTERI TUHAN


MISTERI TUHAN
Karya Panji Asuhan

Siang nan mencekam
Mencekik peraduan hati
resah gelisah merasuk jiwa
hingga takkan ada nyawa

Aku terhenyak
tersadar dalam kesepian
Menggiring ku ke lembah duka…

Kini aku menyadari
Hatimu tak selurus aku

bahkan tiada kata mesra yang terngiang di hati…

Misteri…
yang hanya menyatukan..
Keyakinan..
yang hanya mensucikan hati

Kita takkan tahu, hanya tuhanlah yang tahu..
arti dari segala kekacauan jiwa..

HINGGA AKHIR AKU


HINGGA AKHIR AKU
Karya Panji Asuhan

Lepas
Lenyap nyawaku
terkikis rasa marah

Hilang
tiada lagi semangat..
terbalut emosi..

Serasa batin tersiksa
terasa raga dan nyawa terlepas
hati kian terpuruk
lembah jurang menyambut kegelisahan..

Hingga akhir aku..
terbinasa luka perasaan

Terlindas sikap arogan
hingga akhir, ku tiada…

Selasa, 12 Maret 2013

GADIS BERPARAS UNGU

GADIS BERPARAS UNGU
Oleh Panji Asuhan


Matamu membongkah masalah dibenakku..
Bagai ribuan batu jatuh
Menggelinding masuk ke dalam pikiranku..

Kau wanita berparas ungu..
mendesak batin..
meminta dipinta
dipuji disanjung

kau wanita berparas ungu
selalu bercahaya
satu titik air mata, enggan menggenang di tulang wajah..

cahaya mata bagai mentari..
penyejuk hati, sucikan jiwa...
itulah, dirimu...

KU MENANTI SERATUS TAHUN LAGI

KU MENANTI SERATUS TAHUN LAGI

Oleh Minarwati


Waktu berdenting seratus kali 

kala sang mentari berpamit pergi 
dengan salam terpatri untuk sore hari... 

desas-desus keberadaanmu membuncah asmara, kala Aku mengetahui engkau telah pergi.. 
pergi dengan kegelapan malam. tenggelam dalam kesunyian. dan menghilang tanpa bayangan.. 

Bayangan itu pun ku tunggu hingga 100tahun lagi.. 
ku menanti.. 
menanti tanpa ingin kau mengerti.. 
seratus tahun ku sendiri.. 
Menanti.. 

Andai dunia berdiri di ujung jari.. 
Ku akan mencari.. 
Aku akan mencarimu di seluk beluk hati dunia.. 
melewati bentangan khatulistiwa .. 
berdiri memutar di antara titik poros putaran bumi.. 

dimana? 
mencari sesuatu yang tak berada dimana.. 
wajahku kini usang, letih bercinta dengan nostalgia kehidupanmu.. 
letih menapaki satu demi satu peristiwa yang merongrong batinku.. 
seratus kali dentingan jam berbunyi.. 
menyeruakkan penyesalan di hati... 
kau tak ada.. 
hilang. pergi. namun ku tetap berdiri... 

hingga terdengar nafas-nafas alam.. 
berkata. bersenandung. meminta.. 

takdir itu telah terhenti.. 
kembali mencari.. 
dalam sunyi.. 
sepi.. 
tanpa mati.. 

BOCAH BUGIS YANG GALAU

BOCAH BUGIS YANG GALAU
Oleh Minarwati

Kala nafas bernada sesak .. 
Kala mata terus terisak.. 
Jiwa nestapa berteriak riuh memberontak.. 
Ada apa kiranya aku? 

Ragaku kian terselip di sisi karang-karang amuk yg mendesak.. 
Trus menyeruak, bertanya, menyapa . . 
Siapa diri ini ? 
malu mulai menjamu 
pilu kian merayu 

sadarkan batinmu .. 
Dunia mash menerimamu dgn suar keikhlasannya.. 

Msh ada waktu merubah dunia dgn telunjuk mu.. 
Hingga ia faham betapa kau tak tersia2kan olehNYA..

SEDIKIT TENTANG KAHLIL GIBRAN DAN KUMPULAN PUISI KAHLIL GIBRAN

Kahlil Gibran lahir di Lebanon 1833. Pada usia 10 tahun ia berimigrasi ke Amerika bersama Ibu dan kedua adiknya, dan Ia sempat kembali ketanah kelahirannya selama tiga tahun untuk memperdalam bahasa arab, Kahlil Gibran menghabiskan masa remaja bersama seniman bohemian di Boston. Tulisan-tulisan Kahlil Gibran dikenal luas karena cita rasa orientalnya yang Eksotik, bahkan mistis, Dianggap sebagai penyair Arab perantauan terbesar dan Karya-karyanya telah diterjemahkan kelebih 20 bahasa, Oke langsung saja untuk menikmati karya-karya Kahlil Gibran.

BAYANG
Oleh Kahlil Gibran

Setiap langkah ku ada dia..
Mengikuti di belakang punggungnya. .
Gelap dan tak terlihat..
Kasat mata..

Terdiam kala banyak yang membicarakannya. .
Seakan tak seorang pun memandang kearah ku..
Sibuk mengagumi pesonanya..
Sibuk meminta senyumannya. .

Akulah sang tak terlihat..
Saat dia berada di dekat ku..

Akulah sang gelap..
Dibalik wajah cerah nya..

Akulah sang kasat mata..
Ada namun seakan tak ada..

Akulah sang bayang..
Sesuatu yang tak dianggap ada..

menunggu

Hari terhitung minggu
Minggu pun menjadi bulan..
Pagi ku mengingat mu
Malam ku mengenangmu

Tetap saja semua sama
Sejak kau pergi..
Ku masih saja menanti mu
Hingga kau kembali
Dan takkan tinggalkan ku lagi..
Entah kapan..

Menunggu mu masih..
Setia tetap ku janji..
Hingga ku dapat kau kembali..
Bersama jalani hari..




CINTA SETUBUH PADAS
Oleh Kahlil Gibran

Cinta setubuh padas!
Bergelang waktu menggoda
sesal anak rahim di kandung celaka.
Mengunci tabir di buih-buih selaksa doa.

Mungkin karunia itu berakhir patah, atau
sekedar mengusap lempeng cumbu
bertahta angin! Dan cinta kian
menitik air mata di seanyam arang,
mantra hati menyusut di susuk semangat.

“Kembalikanlah amarahku; oh, cermin sangga!”

Lembut suara angannya mengelus padas,
agar memeluk kerat penguak duri
percintaan bersanding ajal.
Keadilan Cinta
ketika hati melangkah
ketika hasrat menggema
ketika rasa bergetar
saat itu daya tak kuasa
menemukan kekasih hati

Dimanakah posisi cinta
dikala hati menginginkannya
apakah cinta hanya sebuah pelampiasan
dari hasrat diri
dimanakah rasa
dikala posisi cinta bergeser

Cinta,
adakah cinta untukku
apakah cinta bisa berbuat adil

Entahlah...
dayaku tak kuasa lagi untuk menemukan cinta



SEBUTIR DEBU
Oleh Kahlil Gibran

Adalah sebutir debu…
Meringkuk kedinginan… Mengitari bumi tanpa rona
Selimut kecilnya tersapu angkasa
Rajut penghangatnya tercerai tanpa janji
Rindu…
Masih mendekam dalam setiap detak jantung nafasnya
Walau hanya sekedar sapa.. hanya sebatas tanya
Di setiap penat letih dan keterpurukan nya
Dia berlari di tengah gurun gulita
Mengais-ais oase kehangatan
Bintang di tirai angkasa, tak cukup untuk menghangatkan nya
Mencari bulan, namun raib
Mentari, ia pun terlelap.
Biarkan....
Biarkan saja dia sendiri
Menikmati renungan gulita
Biarkan sang raja malam mengurungnya
Memenjarakan nya dalam gelap
Menghangatkan diri sendiri di perapian bagaskara.



BATU KELAPA
Oleh Kahlil Gibran

Dua muda bercermin cahaya,
sesaat terik melepas biasnya di perigi
harap. Jengkal waktu merayap malas, bertali
dua perempuan paruh nafas luruh di tepi daun kaca:
merayu sepasang batu kelapa, terpukul nyata.

Keajaiban bagai memikat beliung
rasa dua muda itu, dan gegas melambung
paruh demi sepasang batu kelapa;
memundak gersang terka.

Tak lama batu kelapa menanak
santannya di tempurung berekor bulu.
Mengasah dua muda untuk menilik: adanya
kisah batu di kelapa selepas gelap.


BURUNG PIPIT
Oleh Kahlil Gibran

Burung pipit kecilku
hapuslah rasa curigamu padaku
walau aku hanya menjadi persingahaan sesaat
tak akan ku tahan kau untuk diam ditempat

Terimakasihku untuk mu burung pipit kecilku
Terbanglah bebas kemana kau akan pergi
Temukah teman yang akan menjadi kekasihmu
Kembalilah lagi ke tamanku suatu saat nanti

Ku akan mengobatimu kembali jika kau kembali tersakiti
terbang dan lupakanlah aku jika kau menemukan cinta sejati
biarkan ku disini untuk terus berharap dan menanti
karena ku sangat menyayangi dan mencitaimu tulus murni
dan tak akan terganti karena kau satu dihati.

Jum'at Kelabu
Kunanti dan menunggu
Kepersiapkan hati ini tuk ungkap perasaan ini
Debar jantung ini bermain dan menari

Satu, dua, tiga iam waktu berlalu
Kau yang kudampa tak kunjung berlalu
Ditempat yang telah kita sepakati tuk berjumpa
Pikiran ku semakin tak terduga

Akhirnya dari kejauhan kulihat dia
Dengan wajah hampa dia tiba
Mawar merah telah kupersiapkan tuk nya
Dan kami pun berbincang bersama

Dan tiba masa tuk ungkap rasa
Dengan hati yang semahkin membahana
Kuungkap kan cinta ini kepadanya
Dengan berharap dia merasa

Dengan memandang wajahnya ku berharap
Tiba waktunya dia berucap
Dengan sabar mencerna makna
Ternya cinta ku ta berbalas rasa

Oh tuhan hancur duniaku saat ini
Dengan tersenyum kuterima semua ini
Tapi aku bahagia aku telah mengeluarkan beban hati
Dan kan kucoba kembali tuk membuatnya memparcayai

Dan kuberkata padanya terima kasih untuk rasa ini
Walau cinta ku tak berbalas aku telah merasai
Jatuh cinta padamu yang dengan tulus
Tapi aku kan berjuang kembali dan suatu saat nanti
Pasti kau percaya akan cinta yang tulus suci.

CHAIRIL ANWAR


CHAIRIL ANWAR

Berkas:Chairil Anwar.jpg

Chairil Anwar (lahir di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922 – meninggal di Jakarta, 28 April 1949 pada umur 26 tahun), dijuluki sebagai "Si Binatang Jalang" (dari karyanya yang berjudul Aku), adalah penyair terkemuka Indonesia. Ia diperkirakan telah menulis 96 karya, termasuk 70 puisi. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 sekaligus puisi modern Indonesia.
Chairil lahir dan dibesarkan di Medan, sebelum pindah ke Batavia (sekarang  Jakarta) dengan ibunya pada tahun 1940, dimana ia mulai menggeluti dunia sastra. Setelah mempublikasikan puisi pertamanya pada tahun 1942, Chairil terus menulis. Pusinya menyangkut berbagai tema, mulai dari pemberontakan, kematian, individualisme, dan eksistensialisme, hingga tak jarang multi-interpretasi.



Chairil Anwar dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada 26 Juli 1922. Ia merupakan anak satu-satunya dari pasangan Toeloes dan Saleha, keduanya berasal dari kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Jabatan terakhir ayahnya adalah sebagai bupati Inderagiri, Riau. Ia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. Sebagai anak tunggal, orang tuanya selalu memanjakannya. Namun, Chairil cenderung bersikap keras kepala dan tidak ingin kehilangan apa pun; sedikit cerminan dari kepribadian orang tuanya.
Chairil Anwar mulai mengenyam pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi pada masa penjajahan Belanda. Ia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Saat usianya mencapai 18 tahun, ia tidak lagi bersekolah. Chairil mengatakan bahwa sejak usia 15 tahun, ia telah bertekad menjadi seorang seniman.
Pada usia 19 tahun, setelah perceraian orang tuanya, Chairil bersama ibunya pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) dimana ia berkenalan dengan dunia sastra; walau telah bercerai, ayahnya tetap menafkahinya dan ibunya. Meskipun tidak dapat menyelesaikan sekolahnya, ia dapat menguasai berbagai bahasa asing seperti Inggris, Belanda, dan Jerman. Ia juga mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti: Rainer Maria Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, Hendrik Marsman, J. Slaurhoff, dan Edgar du Perron. Penulis-penulis tersebut sangat memengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung terhadap tatanan kesusastraan indonesia.

Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya di Majalah Nisan pada tahun 1942, saat itu ia baru berusia 20 tahun. Hampir semua puisi-puisi yang ia tulis merujuk pada kematian. Namun saat pertama kali mengirimkan puisi-puisinya di majalah Pandji Pustaka untuk dimuat, banyak yang ditolak karena dianggap terlalu individualistis dan tidak sesuai dengan semangat Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta, Chairil jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945. Kemudian ia memutuskan untuk menikah dengan Hapsah Wiraredja pada 6 Agustus 1946. Mereka dikaruniai seorang putri bernama Evawani Alissa, namun bercerai pada akhir tahun 1948.
Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya. Sebelum menginjak usia 27 tahun, sejumlah penyakit telah menimpanya. Chairil meninggal dalam usia muda di Rumah Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo), Jakarta pada tanggal 28 April 1949; penyebab kematiannya tidak diketahui pasti, menurut dugaan lebih karena penyakit TBC. Ia dimakamkan sehari kemudian di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari masa ke masa. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar. Kritikus sastra Indonesia asal Belanda, A. Teeuw menyebutkan bahwa "Chairil telah menyadari akan mati muda, seperti tema menyarah yang terdapat dalam puisi berjudul Jang Terampas Dan Jang Putus".
Selama hidupnya, Chairil telah menulis sekitar 94 karya, termasuk 70 puisi; kebanyakan tidak dipublikasikan hingga kematiannya. Puisi terakhir Chairil berjudul Cemara Menderai Sampai Jauh, ditulis pada tahun 1949, sedangkan karyanya yang paling terkenal berjudul Aku dan Krawang Bekasi. Semua tulisannya baik yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak, dikompilasi dalam tiga buku yang diterbitkan oleh Pustaka Rakyat. Kompilasi pertama berjudul Deru Campur Debu (1949), kemudian disusul oleh Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949), dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).


KARYA-KARYA TENTANG CHAIRIL ANWAR



1. Patung dada Chairil Anwar di Jakarta.
Chairil Anwar: memperingati hari 28 April 1949, diselenggarakan oleh Bagian Kesenian Djawatan Kebudajaan, Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan (Djakarta, 1953)

2. Boen S. Oemarjati, "Chairil Anwar: The Poet and his Language" (Den Haag: Martinus Nijhoff, 1972).

3. Abdul Kadir Bakar, "Sekelumit pembicaraan tentang penyair Chairil Anwar" (Ujung Pandang: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Ilmu-Ilmu Sastra, Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, 1974)

4. S.U.S. Nababan, "A Linguistic Analysis of the Poetry of Amir Hamzah and Chairil Anwar" (New York, 1976)

5.Arief Budiman, "Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan" (Jakarta: Pustaka Jaya, 1976)

6. Robin Anne Ross, Some Prominent Themes in the Poetry of Chairil Anwar, Auckland, 1976

7. H.B. Jassin, "Chairil Anwar, pelopor Angkatan '45, disertai kumpulan hasil tulisannya", (Jakarta: Gunung Agung, 1983)

8. Husain Junus, "Gaya bahasa Chairil Anwar" (Manado: Universitas Sam Ratulangi, 1984)

9. Rachmat Djoko Pradopo, "Bahasa puisi penyair utama sastra Indonesia modern" (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985)

10. Sjumandjaya, "Aku: berdasarkan perjalanan hidup dan karya penyair Chairil Anwar (Jakarta: Grafitipers, 1987)

11. Pamusuk Eneste, "Mengenal Chairil Anwar" (Jakarta: Obor, 1995)

12. Zaenal Hakim, "Edisi kritis puisi Chairil Anwar" (Jakarta: Dian Rakyat, 1996)

RUJUKAN


  1. ^ "Artikel tentang Chairil Anwar". Awalnya dimuat di Suara Merdeka.
  2. ^ Budiman, Arief (2007). Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan. Tegal: Wacana Bangsa. ISBN 978-979-23-9918-9.
  3. ^ a b Teeuw, A. (1980). Sastra Baru Indonesia1. Ende: Nusa Indah. OCLC 222168801.
  4. ^ a b Balfas, Muhammad (1976). "Modern Indonesian Literature in Brief". di dalam Brakel, L. F.. Handbuch der Orientalistik1. Leiden, Netherlands: E. J. Brill. ISBN 978-90-04-04331-2.
  5. ^ a b Djamin, Nasjah; LaJoubert, Monique (1972). "Les Derniers Moments de Chairil Anwar [Saat-saat Terakhir Chairil Anwar]" (dalam bahasa Perancis). Achipel 4 (4): 49–73.doi:10.3406/arch.1972.1012. Diakses pada 30 September 2011.
  6. ^ a b c d Yampolsky, Tinuk. "Chairil Anwar: Poet of a Generation" (dalam bahasa Inggris).
  7. ^ Departemen Penerangan Republik Indonesia (1953) hal.183.
  8. ^ Yampolsky, Tinuk (15 April 2002). "Chairil Anwar: Poet of a Generation"SEAsite. Center for Southeast Asian Studies, Northern Illinois University. Diakses pada 30 September 2011.